Oleh Febri*)
Interaksi antara guru dan siswa tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka, tetapi juga dapat dilakukan melalui hubungan jarak jauh dari berbagai sumber (cyber space). Ini kemudian berkembang menjadi cyber teaching (pengajaran maya). Kemudian, istilah yang makin populer
pada saat ini adalah e-learning. Ini adalah suatu model pembelajaran dengan menggunakan media teknologi komunikasi dan informasi, khususnya internet. Saat ini e-learning telah berkembang dalam berbagai model pembelajaran berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) seperti, CBT (Computer Based Training), CBI (Computer Based Instruction), Distance Learning, Distance Education, CLE (Cybernetic Learning Environment), Desktop Videoconferencing, ILS (Integrated Learning Syatem), LCC (Learner-Cemterted Classroom), Teleconferencing, WBT (Web-Based Training), dsb.
Satu bentuk produk TIK adalah internet yang berkembang pesat di penghujung abad 20 dan di ambang abad 21. Kehadirannya telah memberikan dampak yang cukup besar terhadap kehidupan umat manusia dalam berbagai aspek dan dimensi. Internet merupakan salah satu instrumen dalam era globalisasi yang menjadikan dunia menjadi transparan, terhubungkan dengan sangat mudah dan cepat, tanpa mengenal batas-batas kewilayahan atau kebangsaan. Melalui internet, setiap orang mendapatkan akses ke dunia global. Mereka dapat memperoleh informasi dalam berbagai bidang dan pada glirannya akan memberikan pengaruh dalam keseluruhan perilakunya.
Pesatnya perkembangan TIK menyebabkan terjadi pergeseran pandangan tentang pembelajaran baik, di kelas maupun di luar kelas. Dalam pandangan tradisional di masa lalu (dan masih ada pada masa sekarang), proses pembelajaran dipandang sebagai sesuatu yang sulit dan berat. Selain itu, ia hanya dianggap sebagai upaya mengisi kekurangan siswa, satu proses transfer dan penerimaan informasi, serta proses individual atau soliter. Penjabaran materi pelajaran pun hanya sebatas kepada satuan-satuan kecil dan terisolasi, dan menjadi suatu proses linear.
Sejalan dengan perkembangan TIK, telah terjadi perubahan pandangan mengenai pembelajaran. Pembelajaran menjadi proses alami, sosial, aktif dan pasif, linear dan atau tidak linear, serta proses yang berlangsung integratif dan kontekstual. Aktivitas pembelajaran berbasis pada model kekuatan, kecakapan, minat, dan kultur siswa. Selain itu, aktivitas yang dinilai lebih berdasarkan pemenuhan tugas, perolehan hasil, dan pemecahan masalah nyata baik individual maupun kelompok.
Hal itu telah mengubah peran guru dan siswa dalam pembelajaran. Peran guru tak hanya sebatas penyampai pengetahuan, sumber utama informasi, ahli materi, dan sumber segala jawaban. Guru lebih sebagai fasilitator pembelajaran, pelatih, kolaborator, navigator pengetahuan dan mitra belajar siswa. Guru pun lebih banyak memberikan alternatif dan tanggung jawab kepada setiap siswa dalam proses pembelajaran. Sementara itu, peran siswa dalam pembelajaran juga mengalami perubahan. Mereka yang dahulunya hanya menjadi penerima informasi yang pasif, kini berubah menjadi partisipan aktif dalam proses pembelajaran. Pada akhirnya, siswa tidak lagi menjadi aktivis individual (soliter), tapi lebih kolaboratif dengan siswa lain.
Ini berarti TIK mempunyai pengaruh yang cukup berarti terhadap proses dan hasil pembelajaran, baik di kelas maupun di luar kelas. TIK telah memungkinkan terjadinya individuasi, akselerasi, pengayaan, perluasan, efektivitas dan produktivitas pembelajaran yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas pendidikan sebagai infrastruktur pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Melalui penggunaan TIK, setiap siswa akan terangsang untuk belajar maju dan berkelanjutan sesuai dengan potensi dan kecakapan yang dimilikinya. Karena pembelajaran dengan menggunakan TIK menuntut kreativitas dan kemandirian diri.
Kreativitas dan kemandirian memang sangat diperlukan agar mampu beradaptasi dengan berbagai tuntutan zaman. Kreativitas dapat memberikan peluang bagi individu untuk mengaktualisasikan dirinya, memungkinkan orang menemukan berbagai alternatif dalam pemecahan masalah, serta dapat memberikan kepuasan hidup dan meningkatkan kualitas hidupnya. Dari segi kognitifnya, kreativitas merupakan kemampuan berfikir yang memiliki kelancaran, keluwesan, keaslian, dan perincian. Sedangkan dari segi afektifnya, kreativitas ditandai dengan motivasi yang kuat, rasa ingin tahu, tertarik dengan tugas majemuk, berani menghadapi resiko, tidak mudah putus asa, menghargai keindahan, memiliki rasa humor, selalu ingin mencari pengalaman baru, menghargai diri sendiri dan orang lain.
Karya-karya kreatif ditandai dengan orisinalitas, memiliki nilai, dapat ditransformasikan, dan dapat dikondensasikan. Selanjutnya kemandirian sangat diperlukan dalam kehidupan yang penuh tantangan ini. Sebab kemandirian merupakan kunci utama bagi individu untuk mampu mengarahkan dirinya ke arah tujuan dalam kehidupannya. Kemandirian didukung dengan kualitas pribadi yang ditandai dengan penguasaan kompetensi tertentu, konsistensi terhadap pendiriannya, kreatif dalam berfikir dan bertindak, mampu mengendalikan dirinya, dan memiliki komitmen yang kuat terhadap berbagai hal.
Dengan memperhatikan ciri-ciri kreativitas dan kemandirian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa TIK memberikan peluang untuk berkembangnya kreativitas dan kemandirian siswa. Pembelajaran dengan dukungan TIK memungkinkan dapat menghasilkan karya-karya baru yang orsinil, memiliki nilai yang tinggi, dan dapat dikembangkan lebih jauh untuk kepentingan yang lebih bermakna. Melalui TIK siswa akan memperoleh berbagai informasi dalam lingkup yang lebih luas dan mendalam sehingga meningkatkan wawasannya. Hal ini merupakan rangsangan yang kondusif bagi berkembangnya kemandirian anak terutama dalam hal pengembangan kompetensi, kreativitas, kendali diri, konsistensi, dan komitmennya baik terhadap diri sendiri maupun terhadap pihak lain.
Semua hal itu tidak akan terjadi dengan sendirinya karena setiap siswa memiliki kondisi yang berbeda antara satu dengan lainnya. Siswa memerlukan bimbingan, baik dari guru maupun dari orang tuanya dalam melakukan proses pembelajaran dengan dukungan TIK. Dalam kaitan ini guru memegang peran yang amat penting. Mereka harus menguasai seluk beluk TIK dan yang lebih penting lagi adalah kemampuan memfasilitasi pembelajaran anak secara efektif. Peran guru sebagai pemberi informasi harus bergeser menjadi manajer pembelajaran dengan sejumlah peran-peran tertentu. Karena guru bukan satu-satunya sumber informasi, melainkan hanya salah satu sumber informasi.
Guru harus memberikan peluang yang sebesar-besarnya bagi siswa untuk mengembangkan cara-cara pembelajarannya sendiri, sesuai dengan kondisi masing-masing. Sebagai konselor, guru harus mampu menciptakan satu situasi interaksi belajar-mengajar. Siswa harus melakukan perilaku pembelajaran dalam suasana psikologis yang kondusif. Sebaiknya tidak ada jarak yang kaku antara siswa dengan guru. Disamping itu, guru diharapkan mampu memahami kondisi setiap siswa dan membantunya ke arah perkembangan optimal.
Sebagai manajer pembelajaran, guru memiliki kemandirian dan otonomi yang seluas-luasnya dalam mengelola keseluruhan kegiatan belajar-mengajar. Ini dapat dilakukan dengan mendinamiskan seluruh sumber-sumber penunjang pembelajaran. Sebagai partisipan, guru tidak hanya mengajar, namun juga berperilaku belajar dari interaksinya dengan siswa. Hal ini mengandung makna bahwa guru bukanlah satu-satunya sumber belajar bagi anak, tapi menjadi fasilitator pembelajaran siswa. Sebagai pemimpin, diharapkan guru mampu menjadi penggerak siswa untuk mewujudkan perilaku menuju tujuan bersama.
Disamping sebagai pengajar, guru harus mendapat kesempatan untuk mewujudkan dirinya menjadi pihak yang bertanggung jawab dalam berbagai kegiatan lain di luar mengajar. Sebagai pembelajar, guru harus secara terus menerus belajar dalam rangka menyegarkan kompetensinya, serta meningkatkan kualitas profesionalnya. Sebagai pengarang, guru harus selalu kreatif dan inovatif menghasilkan berbagai karya yang akan digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas profesionalnya. Guru yang mandiri bukan sebagai tukang atau teknisi yang harus mengikuti satu buku petunjuk yang baku, melainkan sebagai tenaga yang kreatif yang mampu menghasilkan berbagai karya inovatif dalam bidangnya. Hal itu harus didukung oleh daya abstraksi dan komitmen yang tinggi sebagai basis kualitas profesionalismenya.
*) Penulis Mahasiswa Teknologi Pendidikan dan Ketua Umum HMI Komisariat FIP UNP
Interaksi antara guru dan siswa tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka, tetapi juga dapat dilakukan melalui hubungan jarak jauh dari berbagai sumber (cyber space). Ini kemudian berkembang menjadi cyber teaching (pengajaran maya). Kemudian, istilah yang makin populer
pada saat ini adalah e-learning. Ini adalah suatu model pembelajaran dengan menggunakan media teknologi komunikasi dan informasi, khususnya internet. Saat ini e-learning telah berkembang dalam berbagai model pembelajaran berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) seperti, CBT (Computer Based Training), CBI (Computer Based Instruction), Distance Learning, Distance Education, CLE (Cybernetic Learning Environment), Desktop Videoconferencing, ILS (Integrated Learning Syatem), LCC (Learner-Cemterted Classroom), Teleconferencing, WBT (Web-Based Training), dsb.
Satu bentuk produk TIK adalah internet yang berkembang pesat di penghujung abad 20 dan di ambang abad 21. Kehadirannya telah memberikan dampak yang cukup besar terhadap kehidupan umat manusia dalam berbagai aspek dan dimensi. Internet merupakan salah satu instrumen dalam era globalisasi yang menjadikan dunia menjadi transparan, terhubungkan dengan sangat mudah dan cepat, tanpa mengenal batas-batas kewilayahan atau kebangsaan. Melalui internet, setiap orang mendapatkan akses ke dunia global. Mereka dapat memperoleh informasi dalam berbagai bidang dan pada glirannya akan memberikan pengaruh dalam keseluruhan perilakunya.
Pesatnya perkembangan TIK menyebabkan terjadi pergeseran pandangan tentang pembelajaran baik, di kelas maupun di luar kelas. Dalam pandangan tradisional di masa lalu (dan masih ada pada masa sekarang), proses pembelajaran dipandang sebagai sesuatu yang sulit dan berat. Selain itu, ia hanya dianggap sebagai upaya mengisi kekurangan siswa, satu proses transfer dan penerimaan informasi, serta proses individual atau soliter. Penjabaran materi pelajaran pun hanya sebatas kepada satuan-satuan kecil dan terisolasi, dan menjadi suatu proses linear.
Sejalan dengan perkembangan TIK, telah terjadi perubahan pandangan mengenai pembelajaran. Pembelajaran menjadi proses alami, sosial, aktif dan pasif, linear dan atau tidak linear, serta proses yang berlangsung integratif dan kontekstual. Aktivitas pembelajaran berbasis pada model kekuatan, kecakapan, minat, dan kultur siswa. Selain itu, aktivitas yang dinilai lebih berdasarkan pemenuhan tugas, perolehan hasil, dan pemecahan masalah nyata baik individual maupun kelompok.
Hal itu telah mengubah peran guru dan siswa dalam pembelajaran. Peran guru tak hanya sebatas penyampai pengetahuan, sumber utama informasi, ahli materi, dan sumber segala jawaban. Guru lebih sebagai fasilitator pembelajaran, pelatih, kolaborator, navigator pengetahuan dan mitra belajar siswa. Guru pun lebih banyak memberikan alternatif dan tanggung jawab kepada setiap siswa dalam proses pembelajaran. Sementara itu, peran siswa dalam pembelajaran juga mengalami perubahan. Mereka yang dahulunya hanya menjadi penerima informasi yang pasif, kini berubah menjadi partisipan aktif dalam proses pembelajaran. Pada akhirnya, siswa tidak lagi menjadi aktivis individual (soliter), tapi lebih kolaboratif dengan siswa lain.
Ini berarti TIK mempunyai pengaruh yang cukup berarti terhadap proses dan hasil pembelajaran, baik di kelas maupun di luar kelas. TIK telah memungkinkan terjadinya individuasi, akselerasi, pengayaan, perluasan, efektivitas dan produktivitas pembelajaran yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas pendidikan sebagai infrastruktur pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Melalui penggunaan TIK, setiap siswa akan terangsang untuk belajar maju dan berkelanjutan sesuai dengan potensi dan kecakapan yang dimilikinya. Karena pembelajaran dengan menggunakan TIK menuntut kreativitas dan kemandirian diri.
Kreativitas dan kemandirian memang sangat diperlukan agar mampu beradaptasi dengan berbagai tuntutan zaman. Kreativitas dapat memberikan peluang bagi individu untuk mengaktualisasikan dirinya, memungkinkan orang menemukan berbagai alternatif dalam pemecahan masalah, serta dapat memberikan kepuasan hidup dan meningkatkan kualitas hidupnya. Dari segi kognitifnya, kreativitas merupakan kemampuan berfikir yang memiliki kelancaran, keluwesan, keaslian, dan perincian. Sedangkan dari segi afektifnya, kreativitas ditandai dengan motivasi yang kuat, rasa ingin tahu, tertarik dengan tugas majemuk, berani menghadapi resiko, tidak mudah putus asa, menghargai keindahan, memiliki rasa humor, selalu ingin mencari pengalaman baru, menghargai diri sendiri dan orang lain.
Karya-karya kreatif ditandai dengan orisinalitas, memiliki nilai, dapat ditransformasikan, dan dapat dikondensasikan. Selanjutnya kemandirian sangat diperlukan dalam kehidupan yang penuh tantangan ini. Sebab kemandirian merupakan kunci utama bagi individu untuk mampu mengarahkan dirinya ke arah tujuan dalam kehidupannya. Kemandirian didukung dengan kualitas pribadi yang ditandai dengan penguasaan kompetensi tertentu, konsistensi terhadap pendiriannya, kreatif dalam berfikir dan bertindak, mampu mengendalikan dirinya, dan memiliki komitmen yang kuat terhadap berbagai hal.
Dengan memperhatikan ciri-ciri kreativitas dan kemandirian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa TIK memberikan peluang untuk berkembangnya kreativitas dan kemandirian siswa. Pembelajaran dengan dukungan TIK memungkinkan dapat menghasilkan karya-karya baru yang orsinil, memiliki nilai yang tinggi, dan dapat dikembangkan lebih jauh untuk kepentingan yang lebih bermakna. Melalui TIK siswa akan memperoleh berbagai informasi dalam lingkup yang lebih luas dan mendalam sehingga meningkatkan wawasannya. Hal ini merupakan rangsangan yang kondusif bagi berkembangnya kemandirian anak terutama dalam hal pengembangan kompetensi, kreativitas, kendali diri, konsistensi, dan komitmennya baik terhadap diri sendiri maupun terhadap pihak lain.
Semua hal itu tidak akan terjadi dengan sendirinya karena setiap siswa memiliki kondisi yang berbeda antara satu dengan lainnya. Siswa memerlukan bimbingan, baik dari guru maupun dari orang tuanya dalam melakukan proses pembelajaran dengan dukungan TIK. Dalam kaitan ini guru memegang peran yang amat penting. Mereka harus menguasai seluk beluk TIK dan yang lebih penting lagi adalah kemampuan memfasilitasi pembelajaran anak secara efektif. Peran guru sebagai pemberi informasi harus bergeser menjadi manajer pembelajaran dengan sejumlah peran-peran tertentu. Karena guru bukan satu-satunya sumber informasi, melainkan hanya salah satu sumber informasi.
Guru harus memberikan peluang yang sebesar-besarnya bagi siswa untuk mengembangkan cara-cara pembelajarannya sendiri, sesuai dengan kondisi masing-masing. Sebagai konselor, guru harus mampu menciptakan satu situasi interaksi belajar-mengajar. Siswa harus melakukan perilaku pembelajaran dalam suasana psikologis yang kondusif. Sebaiknya tidak ada jarak yang kaku antara siswa dengan guru. Disamping itu, guru diharapkan mampu memahami kondisi setiap siswa dan membantunya ke arah perkembangan optimal.
Sebagai manajer pembelajaran, guru memiliki kemandirian dan otonomi yang seluas-luasnya dalam mengelola keseluruhan kegiatan belajar-mengajar. Ini dapat dilakukan dengan mendinamiskan seluruh sumber-sumber penunjang pembelajaran. Sebagai partisipan, guru tidak hanya mengajar, namun juga berperilaku belajar dari interaksinya dengan siswa. Hal ini mengandung makna bahwa guru bukanlah satu-satunya sumber belajar bagi anak, tapi menjadi fasilitator pembelajaran siswa. Sebagai pemimpin, diharapkan guru mampu menjadi penggerak siswa untuk mewujudkan perilaku menuju tujuan bersama.
Disamping sebagai pengajar, guru harus mendapat kesempatan untuk mewujudkan dirinya menjadi pihak yang bertanggung jawab dalam berbagai kegiatan lain di luar mengajar. Sebagai pembelajar, guru harus secara terus menerus belajar dalam rangka menyegarkan kompetensinya, serta meningkatkan kualitas profesionalnya. Sebagai pengarang, guru harus selalu kreatif dan inovatif menghasilkan berbagai karya yang akan digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas profesionalnya. Guru yang mandiri bukan sebagai tukang atau teknisi yang harus mengikuti satu buku petunjuk yang baku, melainkan sebagai tenaga yang kreatif yang mampu menghasilkan berbagai karya inovatif dalam bidangnya. Hal itu harus didukung oleh daya abstraksi dan komitmen yang tinggi sebagai basis kualitas profesionalismenya.
*) Penulis Mahasiswa Teknologi Pendidikan dan Ketua Umum HMI Komisariat FIP UNP
Sumber: SKK Ganto
Silahkan download bahan pelatihan TIK Untuk Pembelajaran klik disini
No comments:
Post a Comment